Langsung ke konten utama

2018 dan Kenangan yang Mengikutinya


Awal dan akhir setiap orang pasti beda-beda. Semacam manusia yang diciptakan dengan timing yang gak mungkin sama.
Ketika 2018 merupakan awal bagi sebagian orang di belahan bumi ini, aku justru masih berproses untuk mengakhiri.
Tanggal 22 Januari aku masih mempersiapkan diri menuju Solo, dengan harapan yang baru. Ketika aku ragu hendak berangkat atau tidak, ibuku tak pernah memaksa, ia memberi pandangan kalau itu pilihanku sendiri. Dan aku memutuskan untuk tetap berangkat, meski libur kuliah masih amat panjang.
Tepat ketika tanggal 3 Februari, kisah baru di mulai. Ini semacap sebuah awal, juga sebagai akhir dari masa lalu yang buruk. Aku tetap tak bisa menjamin masa depanku akan bagaimana nantinya, bahkan sampai sekarang aku tak pernah yakin. Tapi sejak semua itu, aku melangkah dengan banyak orang, dan semua terasa benar. Hingga pada akhirnya serangkaian acara itu disudahi, kembali ke kos dengan langkah baru dan nama baru. “IMMawati” begitu katanya. Nama mistis yang sejatinya masih terlalu berat untuk disandang seorang bernama Suci. Ah iya aku lupa satu hal, sejak menemukan keluarga baru (re: IMM), nama panggilanku berubah. Semacam antitesis. Ketika dulu benci sekali dipanggil Uci atau Suci, sekarang dengan penuh kesadaran aku meminta mereka memanggilku begitu. Tanggal 7 Februari, kuucapkan pamit pada Sukoharjo, aku telah melewati malam berharga dan hari yang penuh hikmah. Luv luv...
25 Februari, hitung mundur pada masa kelahiran ayahku. Aku memang tak tahu bagaimana situasinya, karena pasti aku belum lahir kan. Aduuh, aku tiba-tiba teringat gombalan seseorang, “Bapak kamu belum lahir ya? Soalnya kamu udah lahir.”
Oke, abaikan.
3 maret, secara resmi, amanah menjadi sekretaris bidang Media Komunikasi ada di pundakku, setelah sebelumnya pada 17 januari seseorang meminta kesediaanku dan mengatakan “tetap sitiqomah di IMM “. Aduh, mas ini yang nantinya bersama MedKom akan menemani 2018 yang panjang. Yang akan jadi Squad Dinner. Yang akan jadi teman main ke pameran. Yang jadi kawan berbincang menjelang senja di suatu teras sekolah, yang menjadi bapak ketika aku jauh dari keluarga. Yang juga mengajarkan untuk selalu melihat ke sekitar dan selalu melakukan kebaikan pada siapa saja.
2018 menjadi tahun panjang, juga tahun terberat. Terutama ketika memasuki semester 3. Banyak sekali kebiasaan buruk di tahun ini, mulai dari tidur tidak nyenyak, homesick yang bener-bener harus diobati dengan cara pulang tanpa perlu minum pil apapun. Di saat itu aku merasa jadi manusia cupu.
2018, aku belajar menjadi produktif, dengan ikut banyak kegiatan di kampus, mulai dari PIF UNY, Science Week, SNFPF, terus banyak lagi. Dan pada saat itu, benar-benar tidak merasa sibuk. Mungkin benar, sibuk adalah untuk meraka yang tak bisa membagi waktu.
Tahun ini menjadi tahun pertama hasil desainku di cetak, wkwkwk, biasanya hanya sebatas dibagikan via online, tapi di tahun ini bisa menghasilkan satu buah stiker untuk masa Ta’aruf saja sudah bangga sekali. Bukan, bukan juga stikernya, tapi penghargaan setelahnya. Ternyata menjadi bermanfaat itu menyenangkan.
Suatu sore sepulang mengajar TPA, aku masuk Griya Ufuk Timur. Seolah-olah semua bahagia. Tidak tahu, mungkin dengan kita bersikap positif orang di sekeliling juga akan jadi positif.
2018 menjadi tahun penuh wacana, gagal merencanakan piknik jogja dengan kawan-kawan. Tapi karena itu pula, aku menemukan kawan baru. Di mulai dari nekat main ke Jogja sendiri, subuh-subuh kluyuran di stasiu, kemudian menjajaki Malioboro di saat ruko-ruko belum buka. Dan memakan roti sambil memandangi tulisan “Jl. Malioboro”, gerimis membawaku pada perkenalan dengan seseorang, dia bernama Lia. Aduh, semenjak kenal nama itu, aku jadi kepikiran Dilan yang memanggil Milea dengan sebutan Lia. Kemudian kami mendadak jadi teman, teman perjalanan dan teman nyasar. Suatu sudut Jogja mengantarkan kami berdua bertemu dengan 2 pemuda yang nyasar juga. Hihihi. Maksud hati ingin mengikuti mereka karena dikira lebih tahu jalan, ternyata harapan  kami nihil. Tapi tak apa, kami berhasil menemukan Taman Sari, dan dari situ kami jadi merasa tidak enak, karena ditraktir tiket masuk.
Dari Taman sari kami terus berjalan, ya, kami memutuskan untuk main berempat, hahaha ‘Fantastic Four’ kata Irga. Sampai di alun-alun utara, Lia kekeuh ingin melewati beringin kembar. Berkali-kali mencoba, hingga akhirnya tetap harus mengalah, alam belum berpihak padamu dan Ibrahim, hahaha. Sebenarnya Irga tak jauh beda, ia memang berjalan lurus, tapi di tengah jalan ia harus rela membuka penutup matanya setelah menabrak ibu-ibu.
Pertemuan kami yang singkat, diakhiri dengan makan gudeg Yu Djum. Sok-sok an sekali sebenernya, padahal pengennya makan hemat. Di sana kami berbincang banyak hal. Mulai dari tempat piknik dan hobi muncak mereka. Aduh, aku belum pernah muncak tauu.
Sampai pada akhirnya kami harus benar-benar pamit, semoga kita bisa bertemu dengan tidak sengaja lagi, di Bandung. Ahay.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca, Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna

Identitas buku Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna oleh Najelaa Shihab Cetakan pertama Juli 2020 oleh penerbit Literati, Ciputat. dengan 160 halaman Aku membaca melalui aplikasi iPusnas  Aku sudah jatuh cinta pada buku ini sejak di Kata Pengantar. Kalau kalian mencari esai akademik, saya rasa buku ini tidak terlalu cocok, karena buku ini lebih cocok disebut curahan perasaan dari penulis atas pengalaman-pengalamannya. Terbagi dalam 17 Chapter, dan sebelum masuk ke Chapter baru disajikan kutipan yang mungkin menggambarkan tersebut. "Kebahagiaan dilengkapi oleh begitu banyak kelekatan hubungan. Tanpa pasangan tidak menghapus keberhasilan lain yang sudah diraih perempuan." -Halaman 25 Dalam Chapter 4, tulisan di dalamnya sangat kompleks. Menggambarkan peran seorang perempuan sebagai istri, menantu, ibu, sekaligus anak. "Perempuan yang berkarya di luar rumah, bukan sekadar untuk mendapatkan uang, tetapi menjadi teladan; bukan hanya mendukung ekonomi, tetapi menjalankan

Setiap hal, adalah jalan

 Aku agak menyesal karena gagal memberikan hadiah buku untuk seseorang. Dua hari aku merasa gagal karena ketakutanku dalam melakukan suatu hal. Terlalu banyak berpikir, sampai lupa bahwa waktu terus mengalir. Meninggalkan aku dalam keraguan. Setelah berhari-hari tidur dalam keadaan tak nyenyak, aku sampai di hari ini. Hari ketika aku bersyukur tak memberinya bungkusan cokelat dengan ikatan tali rami. Kelak, aku akan memberinya bungkusan serupa. Buku tulisan karyaku sendiri, yang diikat dengan tali rami. Kelak akan berisi tanda tanganku, dan untuk buku yang kupegang, akan kumintai tanda tanganmu. Bismillah. 2 September 2022.

Ke-47 di Makassar

Di bulan Agustus nanti, akan ada acara penting di keluarga besar Muhammadiyah. Muktamar kali ini akan diadakan di Makassar, sekitar tanggal 3 - 7 agustus. Nahh, di muktamar kali ini, Mars yang akan dinyanyikan adalahhhhh "Indonesia berkemajuan". Malam ini, waktu aku nonton videonya, buat aku jadi mood buat belajar. Yaahhh walau belajarnya juga nyanyi nyanyi sambil senyum senyum nggak jelas di kamar. Pak Din emang jago ciptain lagu. Buktinya ada di post aku sebelumnya. Di lagu kali ini, sang Pimpinan Muhammadiyah sekarang ini berhasil membangun semangat masyarakat lewat lagu ciptaannya. (Y). Untuk kalian yang penasaran gimama sih lagunya, aku bakal nulis sepenggal syair dari Pak Din ini. Sang surya di ufuk tinggi Cerahi persada negeri Dari timur gerakkan nurani Bangkitkan tammadun tinggi Angin mamiri berhembus kencang Layar pinisi lebar berkembang Walau ombak besar menantang Pantang surut ke belakang Janganlah kita berpangku tangan Tegapkan langkah hadapi tantangan